Menanamkan
Sikap Peduli Sosial pada Anak
Pendidikan karakter
merupakan pembelajaran nilai atau sikap yang harus diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Kepedulian sosial merupakan salah satu bentuk nilai
dalam pendidikan karakter. Kemdiknas (2010: 9-10) mengidentifikasi 18 nilai
karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Dari delapan belas karakter tersebut di atas, kepedulian sosial menjadi
salah satu nilai yang penting untuk ditanamkan pada anak. Manusia dikenal
sebagai makhluk monodualis, yaitu selain sebagai makhluk individu dikenal juga
sebagai makhluk sosial. Manusia akan selalu bergantung pada orang-lain dan
tidak akan bisa hidup sendiri. Orang tua dan guru menjadi bagian yang penting
dalam proses penanamannya mengingat lingkungan terdekat siswa adalah rumah dan sekolah.
Meskipun demikian, lingkungan masyarakat juga ikut andil dalam penanaman nilai
ini.
Beberapa cara yang bisa
dilakukan orang tua untuk menanamkan nilai peduli sosial di rumah, antara lain:
Pertama, memberikan
keteladan kepada siswa. Ada pepatah yang mengatakan bahwa satu keteladanan akan
lebih bermakna daripada seribu nasihat. Orang tua hendaknya bisa memberikan
contoh dalam hal kebaikan, misalkan saja saat tetangga sakit, sebaiknya
menjenguk dan jika dimungkinkan anak diajak atau sekedar diberitahu akan
pentingnya menjenguk orang sakit.
Kedua, menanamkan kepada
anak sikap tolong menolong. Saat ibu atau bapak melakukan pekerjaan rumah,
tidak ada salahnya anak juga diajak untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang
disesuaikan dengan kemampuan anak. Contohnya, anak diminta membantu mencuci
piring atau menyapu.
Ketiga, mengajak anak
untuk ikut kerja bakti. Kegiatan kerja bakti di lingkungan rumah sering sekali
dilaksanakan pada hari Minggu. Saat itulah sebagai orang tua bisa mengenalkan
kepada anak akan pentingnya kerjasama guna menciptakan lingkungan yang bersih.
Keempat, memberikan kasih
sayang pada anak. Setiap anak tentunya membutuhkan kasih sayang dari orang
tuanya. Bentuk perhatian kepada anak menjadi salah satu bentuk sikap peduli.
Dengan memperlakukan secara baik kepada anak tentunya akan memberikan
rangsangan kepada anak untuk selalu berbuat baik. Beberapa cara tersebut bisa
dilakukan orang tua selama di rumah.
Selain di rumah, penanaman
peduli sosial bisa dilakukan selama di sekolah. Beberapa cara yang bisa
dilakukan guru yaitu:
Pertama, mendorong siswa
untuk bisa peka terhadap lingkungan sosialnya selama di sekolah. Misalkan saja
dalam bentuk keteladanan dari guru dengan
menanyakan bagaimana kondisi, sehat atau tidak, siapa yang tidak membawa
pensil, dll. Harapannya, siswa lain akan mengetahui kondisi teman yang lain dan
bisa memberikan bantuan jika temannya membutuhkan bantuan.
Kedua, guru sebaiknya
merancang kegiatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk mau bekerjasama
dengan temannya, misalkan saja dengan menerapkan pembelajaran cooperative learning atau collaborative learning. Berdasarkan
penelitian, dengan menerapkan cooperative
learning atau collaborative learning terbukti dapat meningkatkan kepedulian
sosial siswa. Hal tersebut dikarenakan prinsip pada pembelajaran tersebut harus
berinteraksi dengan teman satu kelompoknya. Setiap siswa memiliki tanggung
jawab yang sama terhadap kelompoknya.
Ketiga, guru sebaiknya
menciptakan kondisi kelas yang peka terhadap lingkungan sosialnya. Hal ini bisa
dilakukan dengan membuat kesepakatan dengan siswa bahwa jika ada diantara dari
siswa yang tidak masuk lebih dari 3 hari maka kita wajib menjenguknya.
Beberapa contoh di atas
dapat dilakukan orang tua dan guru guna menanamkan sikap peduli sosial anak.
Kepedulian sosial yang ditanamkan sejak dini diharapkan mampu mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti perkelahian dan tawuran. Akhirnya kerukunan
hidup di masyarakat dapat tercipta.
Oleh Titi Suryansah
(Diterbitkan di Majalah Candra pada tahun 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar